Ada beberapa prinsip, tapi satu hal yang paling penting adalah: wartawan (atau bagian redaksi) harus memegang kata akhir untuk urusan berita – bukan bagian bisnis. Bukan juga pemilik surat kabar. ”Ini merupakan prinsip yang jelas!” kata Bill Kovach. ”Aturan ada pada saya, dan kami akan memveto advertorial jika kami melihat ada masalah di sana. Kami juga harus melihat untuk memastikan mereka diberi label iklan secara pantas,” kata Redaktur Eksekutif Washington Post Leonard Downie Jr, tentang bagaimana mereka menegakkan independensi tersebut.
Bagi wartawan senior Andreas Harsono sering memberi contoh bagaimana prinsip dan praktik independensi ditegakkan. Suatu saat dia diminta mengonsep dan kelak mengelola sebuah majalah politik. ”Seperti Atlantic Monthly itulah,” kata pengasuh Yayasan Pantau yang dulu mengelola majalah Pantau ini. Majalah yang dirujuk itu menulis isu-isu politik hangat, dengan analisa yang tajam tetapi dengan bahasa yang mudah dicerna.
Selesai hitung-hitungan modal, Andreas mengajukan satu syarat penting: redaksi harus independen dari pemilik modal, termasuk boleh mengkritik dan memberitakan kalau pemilik modal salah. Pemodal sulit menerima syarat ini. Saya tak tahu apakah karena syarat itu kemudian majalah tersebut belum terbit sampai saat ini. Tapi, bagi Andreas sepertinya memang lebih baik tidak terbit daripada harus berkompromi dalam hal independensi ini.
Dapat dibayangkan bagaimana ”tersiksa” redaksi ketika pemilik modal memanfaatkan suratkabarnya untuk kepentingan lain, bisnis di luar media misalnya. Saya membayangkan bagaimana independensi sudah benar-benar hilang ketika berita-berita di suratkabar diarahkan untuk menekan pihak-pihak lain demi kepentingan si pemilik modal. Ini adalah pelecehan pada kebebasan pers.
Kita pasti ingat dengan adagium ini: Kemerdekaan pers adalah milik masyarakat. Kemerdekaan itu dipinjamkan dan dipakai oleh pekerja pers, untuk melayani masyarakat si pemilik kemerdekaan itu. Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999 menegaskan itu: Kemerdekaan Pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.[1] (Pasal 4 Ayat 1).
0 komentar:
Posting Komentar