Oleh Ilham MHD Yasir
(Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pekanbaru)
"... DI tangan-orang yang moralitasnya rendah, kebebasan pers menjadi kebebasan menjual berita sesuai selera pasar. Di tangan wartawan busuk, kebebasan pers menjadi kebebasan memperdagangkan berita sebagai sebuah komoditas". Demikian T Yulianti mengakhiri opininya di Kompas, Februari 2004 yang dikutipnya dari buku News For Sale milik Malon Mangahas, seorang mantan redaktur Manila Times.
Sementara Tony Kleden, menulis "... dalam jurnalistik, berlaku hukum tak tertulis. Wajah media adalah wajah pengelolanya. Medianya baik tentu pengelolanya profesional. Medianya setengah-setengah tentu pengelolanya juga setengah-setengah hati. Medianya amburadul, tentu seperti itulah kondisi sang pengelolanya."
Pengertian Independensi
Berasal dari kata Independen. Dalam bahasa Inggris diartikan sebagai ”Independent” (merdeka, mandiri, tidak bergantung dengan orang lain) dan ”Independence” (kemerdekaan, kemandirian).[1] Jurnalis independen adalah jurnalis yang mandiri, merdeka dan tak bergantung kepada pihak mana pun. Ia punya sikap mandiri untuk mempertahankan prinsip kebenaran (lihat 9 Elemen Jurnalisme karya Bill Kovach (mantan jurnalis Atlanta Journal Constitution) dan Tom Rotesentiel (mantan jurnalis The Los Angeles Times)).[2]
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) merumuskan Independensi berdasarkan Deklarasi Sirnagalih, 7 Agustus 2004 bahwa Pers Indonesia menolak segala bentuk campur tangan, intimidasi, sensor, dan pembredelan pers yang mengingkari kebebasan berpendapat dan hak warga negara memperoleh informasi. Bahwa pers Indonesia berangkat dari pres perjuangan yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, serta melawan kesewenang-wenangan. Kemerdekaan ini oleh AJI dituntut dengan menolak wadah tunggal organisasi profesi wartawan (jurnalis).[3]
0 komentar:
Posting Komentar